Kamis, 12 November 2015

Makalah; Perencanaan Media Menuju Pengelolaan Sekolah Yang Bermutu

PERENCANAAN MEDIA MENUJU
PENGELOLAAN SEKOLAH YANG BERMUTU
MAKALAH

Disusun dan diajukan kepada Wahyu Budiyono, M.Pd.I
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Nilai Individu Mata Kuliah Media Pembelajaran

Oleh:
    ROFIQ HIDAYAT                   (1323303007)


JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PURWOKERTO
2015



PERENCANAAN MEDIA MENUJU PENGELOLAAN SEKOLAH YANG BERMUTU
A.   PENDAHULUAN
1.     Kata Pengantar
Bismillahirrohmanirrohim..
Dengan mengucapkan Alhamdulillah Hirobbil Alamin saya mengucapkan rasa puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga atas izin-Nyalah saya dapat melakukan kewajiban saya sebagai mahasiswa untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Media Pembelajaran.
Sholawat dan salam kami haturkan kepada junjungan alam, yaitu pembawa Risalatu Rittauhid Nabi Agung Muhammad SAW. Terimakasih juga kepada dosen pembimbing dan semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah dengan tema Perencanaan Media Menuju Pendidikan Yang Bermutu.
Tentunya tugas ini tak pernah luput dari kesalahan dan kekurangan, baik itu di segi penulisan ataupun penyusunan.untuk tu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun untuk perbaikan makalah di kemudian hari.


                                                                                                               Hormat kami,

    Kelompok I
Mata Kuliah Media Pembelajaran




2.     Latar Belakang Masalah
Dalam tahun-tahun belakangan ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam pembelajaran ke arah paradigma konstruktivisme. Menurut pandangan ini bahwa pengetahuan tidak begitu saja bisa ditransfer oleh guru ke pikiran siswa, tetapi pengetahuan tersebut dikonstruksi di dalam pikiran siswa itu sendiri. Guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa (teacher centered), tetapi yang lebih diharapkan adalah bahwa pembelajaran berpusat pada siswa (student centered). Dalam kondisi seperti ini, guru atau pengajar lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator pembelajaran. Jadi, siswa atau pebelajar sebaiknya secara aktif berinteraksi dengan sumber belajar, berupa lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah guru itu sendiri, siswa lain, kepala sekolah, petugas perpustakaan, bahan atau materi ajar (berupa buku, modul, selebaran, majalah, rekaman video, atau audio, dan yang sejenis), dan berbagai sumber belajar serta fasilitas (OHP, perekam pita audio dan video, radio, televisi, komputer, perpustakaan, laboratorium, pusat-pusat sumber belajar, termasuk alam sekitar).
Bertitik tolak dari kenyataan tersebut di atas, maka proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan (isi atau materi ajar) dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan (siswa/pebelajar atau mungkin juga guru). Penyampaian pesan ini bisa dilakukan melalui simbul-simbul komunikasi berupa simbul-simbul verbal dan non-verbal atau visual, yang selanjutya ditafsirkan oleh penerima pesan (Criticos, 1996). Adakalanya proses penafsiran tersebut berhasil dan terkadang mengalami kegagalan. Kegagalan ini bisa saja disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya adanya hambatan psikologis (yang menyangkut minat, sikap, kepercayaan, inteligensi, dan pengetahuan), hambatan fisik berupa kelelahan, keterbatasan daya alat indera, dan kondisi kesehatan penerima pesan. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah hambatan kultural (berupa perbedaan adat istiadat, norma-norma sosial, kepercayaan dan nilai-nilai panutan), dan hambatan lingkungan yaitu hambatan yang ditimbulkan oleh situasi dan kondisi keadaan sekitar.
Untuk mengatasi kemungkinan hambatan-hambatan yang terjadi selama proses penafsiran dan agar pembelajaran dapat berlangsung secara efektif, maka sedapat mungkin dalam penyampaian pesan (isi/materi ajar) dibantu dengan menggunakan media pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran tidak serta merta dapat dipakai dengan begitu saja, tetapi memerlukan sesuatu yang dinamakan perencanaan. Diharapkan dengan perencanaan dalam pemanfaatan sumber belajar berupa media pembelajaran, proses komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar berlangsung lebih efektif (Gagne, 1985) dan efisien serta tujuan pendidikan dapat tercapai sehingga suatu pendidikan dapat dikatakan sebagai pendidikan yang bermutu.

B.   PEMBAHASAN
1.     Hakekat Mutu Pendidikan
Secara umum, mutu dapat diartikan sebagai gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang dan jasa yang menunjukkan kemamapuannya dalam memuasakan kebutuhan yang diharapakan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.[1]
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumber daya meliputi sumber daya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan dan siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan dan sebagainya). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana dan program. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karean itu rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi  tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembanngan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[2] Proses pendidikan dapat dilihat dari berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses tersebut disebut input, sedang sesuatu hasil dari proses disebut output. Dalam pendidikan berskala mikro (sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memilki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses lainnya.
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dan sebagainya) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdayakan mengandung arti bahawa peserta didik tidak sekedar menguasai pengetahuan yang idajarkan oleh gurunya, tetapi pengetahuan tesebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan yang lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar cara belajar (mampu mengembangkan dirinya).
Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efesiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output sekolah, dapat dijelaskan bahwa output sekolah dikatakan berkualitas atau bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam: (1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum, nilai ujian akhir, karya ilmiah, lomba-lomba akademik; dan (2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian, keterampilan dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya perencanaaan, pelaksanan, dan pengawasan.
Hasil pendidik dipandang bermutu jika mampu melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus dari suatu jenjang pendidikan tertentu. Keunggulan akademik dinyatakan dengan nilai yang dicapai peserta didik. Keunggulan ekstrakurikuler dinyatakan dengan aneka jenis keterampilan yang diperolah siswa selama mengikuti program ekstrakurikuler.

2.     Indikator Sekolah Bermutu
Dari banyak sekolah yang kita temukan disekitar kita, tidak semua dapat dikategorikan sebagai suatu sekolah yang bermutu. Hal tersebut dikarenakan tidak semua sekolah memiliki indicator sekolah bermutu. Untuk dapat dikatakan sebagai suatu sekolah yang bermutu, maka harus memenuhi beberapa indicator. Indicator yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.       Sekolah berfokus pada upaya untuk mencegah masalah yang muncul , dengan komitmen untuk bekerja secara benar dari awal.
b.      Sekolah memiliki investasi pada sumber daya manusianya, sehingga terhindar dari berbagai “kerusakan psikologis” yang sangat sulit memperbaikinya.
c.       Sekolah memiliki strategi untuk mencapai kualitas baik di tingkat pimpinan, tenaga akademik, maupun tenaga administratif.
d.      sekolah mengelola atau memperlakukan keluhan sebagai umpan balik untuk mencapaidan memposisikan kesalahan sebagai instrumen untuk berbuat benar pada masa berikutnya
e.       Sekolah memiliki kebijakan dalam perencanaan untuk mencapai kualitas, baik untuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
f.       Sekolah mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua orang sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya.
g.      Sekolah mendorong orang dipandang memiliki kreativitas, mampu menciptakan kualitas dan merangsang yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas.
h.      Sekolah memperjelas peran dan tanggung jawab setiap orang, termasuk kejelasan arah kerja secara vertikal dan horozontal.
i.        Sekolah memiliki strategi dan kriteria evaluasi yang jelas.
j.        Sekolah memanadang atau menempatkan kualitas yang telah dicapai sebagai jalan untuk untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut.
k.      Sekolah memandang kualitas sebagai bagian integral dari budaya kerja.
l.        Sekolah menempatkan peningkatan kualitas secara terus menerus sebagai suatu keharusan.[3]

3.     Hubungan Sekolah Bermutu dengan Perencanaan Media
Para ahli telah sepakat bahwa media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Secara umum media pembelajaran mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut:
a.       Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka)
b.      Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra, seperti misalnya:
1)   Objek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realitas, gambar, film bingkai, film, atau model;
2)   Objek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film, atau gambar;
3)   Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain) dapat divisualkan dalam bentuk film, film bingkai, gambar dan lain-lain.
c.       Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif anak didik.
d.      Dengan sifat yang unik pada setiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk semua siswa, maka guru akan banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Apalagi  bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini bisa diatasi dengan media pembelajaran.
Menurut Hamalik juga mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psokologis terhadap siswa.[4]
Penggunaan media dalam pembelajaran sesungguhnya diarahkan pada suatu tujuan. Sedangkan Sudjana, dkk. menyatakan tentang tujuan pemanfaatan media yang dimaksud adalah:
1)   pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menimbulkan motivasi,
2)   bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami,
3)   metode mengajar akan lebih bervariasi, dan
4)   siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar.[5]

Beranjak dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran pada dasarnya diarahkan kepada tercapainya suatu tujuan pendidikan. Dengan kata lain, dengan tercapainya suatu tujuan pendidikan maka secara otomatis suatu sekolah dapat dikatakan sebagai pendidikan yang bermutu, karena sekolah tersebut menempatkan peningkatan kualitas peserta didik.

4.     Hakikat Perencanaan Media
Dilihat dari pengadaannya media dapat langsung digunakan, begitu juga media yang sifatnya alamiah yang tersedia dilingkungan sekolah juga termasuk yang dapat langsung digunakan. Selain itu juga, kita juga dapat membuat media sendiri sesuai dengan kebutuhan. Maka dari itu diperlukan adanya perencanaan, jika kita memiliki media dengan cara membeli yang sudah ada, kegiatan perencanaan media tidak terlalu banyak dilakukan, cukup kita membuat berdasarkan kebutuhan, dalam hal ini diperlukan analisis terhadap berbagai aspek, sehingga sesuai dengan kebutuhan.
Bila kita membuat program media pembelajaran kita diharapkan dapat melakukannya dengan persiapan dan perencanaan yang teliti. Dalam membuat perencanaan itu ada beberapa pertanyaan yang perlu kita jawab. Pertama kita perlu bertanya mengapa kita ingin membuat program media itu? Apakah pembuatan media tersebut ada kaitannya dengan kegiatan pembelajaran tertentu untuk mencapai tujuan tertentu pula? Untuk siapakah program media tersebut kita buat? Untuk orang dewasakah, anan-anak, mahasiswa, siswa Sekolah Dasar ataukah masyarakat pada umumnya? Apabila kita sudah mengetahui sasaran kita, maka kita harus mengetahui bagaimana karakteristik siswa tersebut? Apakah media yang kita gunakan memang diperlukan oleh mereka atau tidak? Kita juga memikirkan materi apa yang perlu disajikan melalui media itu supaya pada diri siswa terjadi perubahan perilaku yang nyata dan sesuai yang diharapkan.

5.     Langkah Perencanaan Media Menuju Pengelolaan Sekolah Yang Bermutu
Dalam membuat suatu perencanaan media menuju pengelolaan sekolah yang bermutu harus melakukan langkah langkah secara sistematis. Langkah langkah yang dimaksud adalah:
a.      Identifikasi Kebutuhan dan Karakteristik Siswa
Sebuah perencanaan didasarkan atas kebutuhan (need), apakah kebutuhan itu? Salah satu indikator adanya kebutuhan karena didalamnya terdapat kesenjangan (gap). Kesenjangan adalah adanya ketidaksesuaian antara apa yang seharusnya atau apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi. Dalam pembelajaran yang dimaksud dengan kebutuhan adalah adanya kesenjangan antara kemampuan, keterampilan, dan sikap siswa yang kita inginkan dengan kemampuan, keterampilan,dan sikap siswa yang mereka miliki sekarang. Jika yang kita inginkan siswa menguasai 1500 kosa kata bahasa inggris, sedangkan siswa hanya menguasai 800 kata, maka terjadi kesenjangan 700 kata lagi. Dalam hal ini dibutuhkan sebuah pembelajaran bagaimana meningkatkan kemampuan penguasaan kosa kata sehingga sampai pada taget 1500 kata.
Contoh lain misalnya pada siswa SD, mereka diharapkan memiliki keterampilan dalam membaca, menlis, dan berhitung. Ternyata dalam kenyataannya mereka baru dapat membaca saja, sehinnga kebutuhannya adalah bagaimana supaya mereka bisa menulis an berhitung. Begitu halnya jika siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk menjumlahkan, mengalikan dan membagi, namun ternyata mereka baru saja bisa menjumlahkan saja. Dengan demikian kebutuhannya adalah meningkatkan kemampuan mengalikan dan membagikan. Tidak hanya kemampuan dan keterampilan, pada aspek sikap juga sering terjadi kesenjangan yang mendorong kebutuhan. Misalnya siswa SD diharapkan sudah mampu berperilaku hidup sehat dengan rajin menggosok gigi, membuang sampah pada tempatnya, mandi dua kali sehari, selalu berpakaian rapi dan tida jajan sembarangan. Namun dalam kenyataannya tidak sesuai dengan harapan, dengan demikian terjadi kebutuhan bagaimana meningkatkan sikap siswa untuk hidup bersih.
Adanya kebutuhan, seyogyanya menjadi dasar dan pijakan dalam membuat media pembelajaran, sebab dengan dorongan kebutuhan inilah media dapat berfungsi dengan baik. Misalnya dalam pembelajaran bahasa inggris pada umumnya siswa merasa kesulitan untuk membuat kalimat bahasa inggris ditambah perasaan malu dan takut untuk berbicara. Guru yang kreatif dapat menciptakan sebuah media.
Kesesuaian media dengan siswa menjadi dasar pertimbangan utama, sebab hampir tidak ada satu media yang dapat memenuhi semua tingkatan usia, dalam hal ini Barbara B. Seeles (1994:98) mengatakan bahwa diperlukan informasi tentang gaya belajar siswa atau learning style. Beberapa learning style yang dapat diidentifikasi dari siswa adalah (1) Tactile/Kines thetic. Para siswa memperoleh hasil belajar optimal apabila disibukkan denga suatu aktivitas. Mereka tidak ingin hanya membaca tetapi ikut terlibat langsung melakukan sendiri. (2) Visual/perceptual. Para siswa memperoleh hasil belajar yang optimal dengan penglihatan. Demonstrasi ini dari papan tulis, diagram, grafik, dan tabel, adalah semua alat yang berharga untuk mereka pelajar tipe visual selalu ingin melihat gambar, diagram, flow chart, time line, film, dan demonstrasi. (3)Auditory. Pelajar menyukai informasi dengan format bahasa lisan. Hasil belajar diperoleh melalui mendengarkan ceramah kuliah dan mengambil bagian pada diskusi kelompok. (4) Aktif Versus Reflektif Aktif:pelajar cenderung untuk mempertahankan dan memahami informasi yang terbaik apa dengan melakukan sesuatu secara aktif dengan mendiskusikan pada orang lain. (5) Reflektif: pelajar suka memikirkan sesuatu dengan tenang “Mari kita fikirkan terlebih dulu” adalah tanggapan pelajar yang reflektif. (6) Seqwential Versus Global Seqwential: Pelajar menyukaiuntuk berproses step-by-step, terhadap suatu cara dan hasil akhir yang sempurna. (7) Global: Pelajar menyukai suatu ikhtisar atau “gambaran besar” dari apa yang mereka akan lakukan sebelum menuju pembelajaran dengan proses yang kompleks.
Kebutuhan aan media dapat didasarkan atas tuntutan kurikulum. Siswa kelas enam SD pada akhir tahun diharapkan memiliki sejumlah kemampuan, keterampilan dan sikap yang telah dirumuskan dalam kurikulum. Pada awal tahun ajaran tentulah guru menghadapi kesenjangan untuk mencapai target kuriulum sehingga pada akhir tahun kemampuan itu sudah dapat dimiliki siswa.
Media yang digunakan siswa, haruslah relevan dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Misalnya seorang siswa yang ingin belajar ucapan dan percakapan dalam bahasa inggris melalui kaset audio, hanya akan dapat mengikutinya jika siswa tersebut telah memiliki emampuan awal berupa penguasaan kosa kata dan dapat menyusun kalimat sederhana. Jika ita tidak memperhatikan kemampuan tersebut ketika diberikan medi tersebut siswa akan mengalami kesulitan. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa program yang terlalu mudah akan membosankan bagi siswa dan sedikit sekali manfaatnya bagi siswa karena siswa tidak memperoleh tambahan kemampuan yang sebenarnya. Sebaliknya program media yang terlalu sulit akan membuat siswa frustasi. Kemampuan dan keterampilan yang seharusnya dimiliki oleh siswa tidak dapat terpenuhi dan terserap dengan baik, sehingga tidak terjadi perubahan perilaku pada siswa.
b.      Perumusan Tujuan
Tujuan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan arena dengan tujuan akan mempengaruhi arah dan tindakan kita. Dalam pembelajaran tujuan juga merupakan faktor yang sangat penting, karena tujuan itu akan menjadi arah kepada siswa untuk melakukan perilaku yang diharapkan denaga tujuan tersebut. Contohnya: Dengan menggunakan gambar, siswa SD diharapkan memiliki pengetahuan untuk memebedakan hewan karnivora, herbivora, dan omnivora. Dengan tujuan tersebut baik guru maupun siswa memiliki kejelasan apa yang harus dicapai, apa yang harus dilakukanuntuk mewujudkan tujuan tersebut, materi apa yang harus disiapkan guru,dan bagaimana cara menyampaikannya, sudah tergambar dengan jelas. Dengan tujuan yang jelas seperti itu, maka dengan mudah guru dapat mengetahui sejauhmana siswa mampu mencapai tujuan itu.
Oleh karena itu, tujuan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.   Learner Oriented.
Dalam merumuskan tujuan, harus selalu berpatokan pada perilaku siswa. Sehingga dalam perumusannya kata-kata siswa secara eksplisit dituliskan. Selain itu, perilaku yang diharapkan dicapai harus mungkin dapat dilakukan siswa dan bukan perilaku yang tidak  mungkin dilakukan siswa. Tujuan itu berorientasi pada hasil, sehingga secara kuantitas dapat diukur. Contohnya siswa SD kelas III dapat menyebutkan tiga jenis binatang yang tergolong herbivora dengan benar.
2.   Operational. 
Perumusan tujuan harus dibuat secra spesifik dan operasional sehingga mudah untuk mengukur tingkat keberhasilannya. Tujuan spesifik ini terkait dengan penggunaan kata kerja. Kata kerja yang umum akan menghasilkan perilaku atau tindakan siswa yang juga bersifat umum, namun sebaliknay kata yang khusus maka akan menghasilakan perilaku siswa yang khusus pula. Contohnya: siswa diharapkan mampu memahami proses alamiah terjadinya hujan. Ata kerja yang digunakan adalah meahami, kata ini bersifat umum masih diperlukan kata-kata kerja lain yang dijadikan indikator untuk menentukan bahwa siswa memahami, misalnya kata menjelaskan, menyebutkan,merinci dan lain-lain adalah kata kerja yang lebih spesifik da operasional.
3.   ABCD. 
Untuk memudahkan merumuskan tujuan pembelajaran, Baker(1971) membuat teknik perumusan tujuan pembelajaran dengan rumus ABCD dengan penjelasan sebagai berikut:
1)   Audience, artinya sasaran sebagai pembelajar yang perlu dijelaskan secara spesifik agar jelas untuk siapa tujuan tersebut diberikan. Sasaran yang dimaksud misalnya siswa SD kelas IV, siswa SMP kelas 2, siswa SMA kelas 3.
2)   Behaviour, adalah perilaku spesifik yang diharapkan dilakukan atau dimunculkan siswa setelah pembelajaran berlangsung. Behaviour dirumuskan dalam bentuk kata kerja, contohnya: menjelaskan, menyebutkan, merinci, mengidentifikasi,memberikan contoh dan sebagainya.
3)   Conditioning, yaitu keadaan yang harus dipenuhi atau dikerjakan siswa pada saat dilakukan pembelajaran, misalnya: dengan cara mengamati, tanpa membaca kamus, dengan menggunkan kalkulator, dan sebaginya.
4)    Degree , adalah batas minimal tingkat keberhasilan terendah yang harus dipenuhi dalam mencapai perilau yang diharapkan. Penentuan ini tergantung pada jenis materi, penting tidaknya meteri. Contoh: 3 buah, minimal 80%, empat jenis, dan sebagainya.
c.       Perumusan materi
Titik tolak perumusan materi pembelajaran adalah dari rumusan tujuan. Materi berkaitan dengan substansi isi pelajaran yang harus diberikan. Materi perlu disusun dengan memperhatikan kriteria-kriteria tertentu, diantaranya:
1)   Sahih atau valid, materi yang dituangkan dalam media untuk pembelajaran benar-benar telah teruji kebenarannya. Hal ini juga berkaitan dengan keaktualan materi sehingga materi yang disisipan tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk masa yang akan datang.
2)   Tingkat kepentingan (significant), dalam memilih materi perlu dipertimbangkan pertanyaan sebagai berikut, sejauhmana materi tersebut untuk dipelajari? Pentig untuk siapa? Dimana dan mengapa? Dengan demikian materi yang diberikan kepada siswa benar-benar yang dibutuhkannya.
3)   Kebermanfaatan (utility) kebermanfaatan yang dimaksud haruslah dipandang dari dua sudutpandang yaitu kebermanfaatan secara akademis dan non akademis, secara akademis materi harus bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan siswa, sedangkan non akademis materi harus menjadi bekal berupa life skill baik berupa pengetahuan aplikatif, keterampilan dan sikap yang dibutuhkannya dalam kehidupan keseharian.
4)   Learnability artinya sebuah program harus dimungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah, sulit ataupun sukar) dan bahan ajar tersebut layak digunakan sesuai dengan kebutuhan setmpat.
5)   Menarik minat (interest) materi yang dipilih hendanknya menarik minat dan dapat memotivasi siswa untuk mempelajarinya lebih lanjut. Setiap materi yang diberikan kepada siswa harus menimbulkan keingintahuan siswa lebih lanjut, sehingga memunculkan dorongan lebih tinggi untuk belajar secara aktif dan mandiri.
d.      Perumusan Alat Pengukur Keberhasilan
Pembelajaran yang kita lakukan haruslah diukur apakah tujuan sudah tercapai atau tidak? Untuk mengukur hal tersebut, maka diperlukan alat pengukur hasil belajar yang berup tes, penguasaan atau daftar cek perilaku. Alat pengukur keberhasilan belajar ini perlu dikembangkan dengan berpijak pada tujuan yang telah dirumuskan dan harus sesuai dengan materi yang sudah disiapkan. Yang perlu diukur adalah tiga kemampuan utama yaitu: pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah dirumuskan secara rinci dalam tujuan. Dengan demikian terdapat hubungan yang erat antara tujuan, materi dan tes pengukur keberhasilan.[6]

C.   PENUTUP
1.     Kesimpulan
Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim pada terima pesan yang berfungsi membangkitkan motivasi belajar mengulang apa yang memberikan balikan dengan segera dan menggalakkan latihan yang serasi. Melalui media proses pembelajaran bisa lebih menarik dan menyenangkan (joyfull learning), misalnyan siswa yang memiliki ketertarikan terhadap warna maka dapat diberikan media dengan warna menarik.
Secara umum naskah dalam perencanaan program media dapat diartikan sebagai pedoman tertulis yang berisi informasi dalam bentuk visual, grafis, dan audio sebagai acuan dalam pembuatan media tertentu, sesuai dengan tujuan dan kompetensi tertentu.
Fungsi naskah adalah sebgai pedoman bagi pengguna dan terutama pembuat media. Tahapan pembuatan naskah yaitu: ide dan gagasan yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, selanjutnya pengumpulan data dan informasi, penulisan sinopsis dan treatment, penulisan naskah, pengkajian naskah atau revisi naskah, revisi naskah sampai naskah siap diproduksi.

2.     Daftar Pustaka
Arsyad, Azhar, Media Pembelajaran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002).
Bafadal, Ibrahim, Manajemen Perlengkapan Sekolah: Teori dan Aplikasinya, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003).
Danim, Sudarman, Visi Baru Manajemen Sekolah, (Jakarta: Unit Birokrasi Ke Lembaga, 2004).
Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Buku 1. Koonsep Dasar. (Jakarta: Depdiknas, 2003.)
Maunah, Binti, Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009).
Nana Sudjana, dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, (Bandung: Sinar, 2002).




[1] Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Buku 1. Koonsep Dasar. (Jakarta: Depdiknas, 2003.)
[2] Binti Maunah, Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm.3
[3] Sudarman Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah, (Jakarta: Unit Birokrasi Ke Lembaga, 2004), hlm. 124.
[4] Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm 15.
[5] Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, (Bandung: Sinar, 2002), hlm. 2.
[6] Ibrahim Bafadal, Manajemen Perlengkapan Sekolah: Teori dan Aplikasinya, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), hlm. 26-27.

1 komentar:

  1. All you need to know about NetEnt casinos
    NetEnt are famous 오늘 뭐 먹지 룰렛 for their live dealer 사다리 사이트 games, and their portfolio that includes their live casino platform. The provider is highly renowned in  토토 분석 사이트 Rating: 7.3/10 · 넷마블 바카라 환전 ‎Review 바카라후기 by CasinoSites.One of the reasons NetEnt is synonymous with live

    BalasHapus