PERENCANAAN
MEDIA MENUJU
PENGELOLAAN
SEKOLAH YANG BERMUTU

MAKALAH
Disusun
dan diajukan kepada Wahyu Budiyono, M.Pd.I
untuk
Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Nilai Individu Mata Kuliah Media Pembelajaran
Oleh:
ROFIQ HIDAYAT (1323303007)
JURUSAN
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PURWOKERTO
2015
PERENCANAAN MEDIA MENUJU PENGELOLAAN SEKOLAH YANG BERMUTU
A.
PENDAHULUAN
1.
Kata Pengantar
Bismillahirrohmanirrohim..
Dengan
mengucapkan Alhamdulillah Hirobbil Alamin saya mengucapkan rasa puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga atas
izin-Nyalah saya dapat melakukan kewajiban saya sebagai mahasiswa untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Media Pembelajaran.
Sholawat
dan salam kami haturkan kepada junjungan alam, yaitu pembawa Risalatu Rittauhid
Nabi Agung Muhammad SAW. Terimakasih juga kepada dosen pembimbing dan semua
pihak yang membantu dalam pembuatan makalah dengan tema Perencanaan Media
Menuju Pendidikan Yang Bermutu.
Tentunya tugas
ini tak pernah luput dari kesalahan dan kekurangan, baik itu di segi penulisan
ataupun penyusunan.untuk tu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnya membangun untuk perbaikan makalah di kemudian hari.
Hormat kami,
Kelompok I
Mata Kuliah Media Pembelajaran
2.
Latar Belakang Masalah
Dalam tahun-tahun belakangan ini telah terjadi pergeseran paradigma
dalam pembelajaran ke arah paradigma konstruktivisme. Menurut pandangan ini
bahwa pengetahuan tidak begitu saja bisa ditransfer oleh guru ke pikiran siswa,
tetapi pengetahuan tersebut dikonstruksi di dalam pikiran siswa itu sendiri.
Guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa (teacher centered), tetapi
yang lebih diharapkan adalah bahwa pembelajaran berpusat pada siswa (student
centered). Dalam kondisi seperti ini, guru atau pengajar lebih banyak berfungsi
sebagai fasilitator pembelajaran. Jadi, siswa atau pebelajar sebaiknya secara
aktif berinteraksi dengan sumber belajar, berupa lingkungan. Lingkungan yang dimaksud
adalah guru itu sendiri, siswa lain, kepala sekolah, petugas perpustakaan,
bahan atau materi ajar (berupa buku, modul, selebaran, majalah, rekaman video,
atau audio, dan yang sejenis), dan berbagai sumber belajar serta fasilitas
(OHP, perekam pita audio dan video, radio, televisi, komputer, perpustakaan,
laboratorium, pusat-pusat sumber belajar, termasuk alam sekitar).
Bertitik tolak dari kenyataan tersebut di atas, maka proses belajar
mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses komunikasi, yaitu proses
penyampaian pesan (isi atau materi ajar) dari sumber pesan melalui
saluran/media tertentu ke penerima pesan (siswa/pebelajar atau mungkin juga
guru). Penyampaian pesan ini bisa dilakukan melalui simbul-simbul komunikasi
berupa simbul-simbul verbal dan non-verbal atau visual, yang selanjutya
ditafsirkan oleh penerima pesan (Criticos, 1996). Adakalanya proses penafsiran
tersebut berhasil dan terkadang mengalami kegagalan. Kegagalan ini bisa saja
disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya adanya hambatan psikologis (yang
menyangkut minat, sikap, kepercayaan, inteligensi, dan pengetahuan), hambatan
fisik berupa kelelahan, keterbatasan daya alat indera, dan kondisi kesehatan
penerima pesan. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah hambatan kultural
(berupa perbedaan adat istiadat, norma-norma sosial, kepercayaan dan
nilai-nilai panutan), dan hambatan lingkungan yaitu hambatan yang ditimbulkan
oleh situasi dan kondisi keadaan sekitar.
Untuk mengatasi kemungkinan hambatan-hambatan yang terjadi selama
proses penafsiran dan agar pembelajaran dapat berlangsung secara efektif, maka
sedapat mungkin dalam penyampaian pesan (isi/materi ajar) dibantu dengan
menggunakan media pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran tidak serta merta
dapat dipakai dengan begitu saja, tetapi memerlukan sesuatu yang dinamakan
perencanaan. Diharapkan dengan perencanaan dalam pemanfaatan sumber belajar
berupa media pembelajaran, proses komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar
berlangsung lebih efektif (Gagne, 1985) dan efisien serta tujuan pendidikan
dapat tercapai sehingga suatu pendidikan dapat dikatakan sebagai pendidikan
yang bermutu.
B.
PEMBAHASAN
1.
Hakekat Mutu Pendidikan
Secara umum, mutu dapat diartikan sebagai gambaran dan
karakteristik menyeluruh dari barang dan jasa yang menunjukkan kemamapuannya
dalam memuasakan kebutuhan yang diharapakan atau yang tersirat. Dalam konteks
pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.[1]
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena
dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumber
daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi
berlangsungnya proses. Input sumber daya meliputi sumber daya manusia (kepala
sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan dan siswa) dan sumber daya selebihnya
(peralatan, perlengkapan, uang, bahan dan sebagainya). Input perangkat lunak
meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi
tugas, rencana dan program. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan dan
sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat
diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karean itu rendahnya
mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat
kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan
secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembanngan jasmani dan rohani si
terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[2] Proses
pendidikan dapat dilihat dari berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain.
Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses tersebut disebut input,
sedang sesuatu hasil dari proses disebut output. Dalam pendidikan berskala
mikro (sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan,
proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar
mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses
belajar mengajar memilki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan
proses-proses lainnya.
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan
penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang,
peralatan, dan sebagainya) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu
menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangan (enjoyable learning), mampu
mendorong motivasi dan minat belajar dan benar-benar mampu memberdayakan
peserta didik. Kata memberdayakan mengandung arti bahawa peserta didik tidak
sekedar menguasai pengetahuan yang idajarkan oleh gurunya, tetapi pengetahuan
tesebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari dan yang lebih penting lagi peserta didik tersebut
mampu belajar cara belajar (mampu mengembangkan dirinya).
Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah
adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja
sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya,
efesiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya.
Khusus yang berkaitan dengan mutu output sekolah, dapat dijelaskan bahwa output
sekolah dikatakan berkualitas atau bermutu tinggi jika prestasi sekolah,
khususnya prestasi siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam: (1)
prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum, nilai ujian akhir, karya ilmiah,
lomba-lomba akademik; dan (2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ,
kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian, keterampilan dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler
lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling
berhubungan (proses) seperti misalnya perencanaaan, pelaksanan, dan pengawasan.
Hasil pendidik dipandang bermutu jika mampu melahirkan keunggulan
akademik dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus dari
suatu jenjang pendidikan tertentu. Keunggulan akademik dinyatakan dengan nilai
yang dicapai peserta didik. Keunggulan ekstrakurikuler dinyatakan dengan aneka
jenis keterampilan yang diperolah siswa selama mengikuti program
ekstrakurikuler.
2.
Indikator Sekolah Bermutu
Dari banyak sekolah yang kita temukan disekitar kita, tidak semua
dapat dikategorikan sebagai suatu sekolah yang bermutu. Hal tersebut
dikarenakan tidak semua sekolah memiliki indicator sekolah bermutu. Untuk dapat
dikatakan sebagai suatu sekolah yang bermutu, maka harus memenuhi beberapa
indicator. Indicator yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.
Sekolah
berfokus pada upaya untuk mencegah masalah yang muncul , dengan komitmen untuk
bekerja secara benar dari awal.
b.
Sekolah
memiliki investasi pada sumber daya manusianya, sehingga terhindar dari
berbagai “kerusakan psikologis” yang sangat sulit memperbaikinya.
c.
Sekolah
memiliki strategi untuk mencapai kualitas baik di tingkat pimpinan, tenaga
akademik, maupun tenaga administratif.
d.
sekolah
mengelola atau memperlakukan keluhan sebagai umpan balik untuk mencapaidan
memposisikan kesalahan sebagai instrumen untuk berbuat benar pada masa
berikutnya
e.
Sekolah
memiliki kebijakan dalam perencanaan untuk mencapai kualitas, baik untuk jangka
pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
f.
Sekolah
mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua orang sesuai dengan tugas
pokok, fungsi dan tanggung jawabnya.
g.
Sekolah
mendorong orang dipandang memiliki kreativitas, mampu menciptakan kualitas dan
merangsang yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas.
h.
Sekolah
memperjelas peran dan tanggung jawab setiap orang, termasuk kejelasan arah
kerja secara vertikal dan horozontal.
i.
Sekolah
memiliki strategi dan kriteria evaluasi yang jelas.
j.
Sekolah
memanadang atau menempatkan kualitas yang telah dicapai sebagai jalan untuk
untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut.
k.
Sekolah
memandang kualitas sebagai bagian integral dari budaya kerja.
l.
Sekolah
menempatkan peningkatan kualitas secara terus menerus sebagai suatu keharusan.[3]
3.
Hubungan Sekolah Bermutu dengan Perencanaan Media
Para ahli telah sepakat bahwa media pembelajaran dapat mempertinggi
proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat
mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Secara umum media pembelajaran
mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut:
a.
Memperjelas
penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis
atau lisan belaka)
b.
Mengatasi
keterbatasan ruang, waktu dan daya indra, seperti misalnya:
1)
Objek
yang terlalu besar bisa digantikan dengan realitas, gambar, film bingkai, film,
atau model;
2)
Objek
yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film, atau gambar;
3)
Konsep
yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain) dapat
divisualkan dalam bentuk film, film bingkai, gambar dan lain-lain.
c.
Dengan
menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap
pasif anak didik.
d.
Dengan
sifat yang unik pada setiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan
pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan
sama untuk semua siswa, maka guru akan banyak mengalami kesulitan bilamana
semuanya itu harus diatasi sendiri. Apalagi bila latar belakang
lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini bisa diatasi dengan
media pembelajaran.
Menurut Hamalik juga mengemukakan bahwa pemakaian media
pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan
minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan
bahkan membawa pengaruh-pengaruh psokologis terhadap siswa.[4]
Penggunaan media dalam pembelajaran sesungguhnya diarahkan pada
suatu tujuan. Sedangkan Sudjana, dkk. menyatakan tentang tujuan pemanfaatan
media yang dimaksud adalah:
1)
pengajaran
akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menimbulkan motivasi,
2)
bahan
pelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami,
3)
metode
mengajar akan lebih bervariasi, dan
4)
siswa
akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar.[5]
Beranjak dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa media
pembelajaran pada dasarnya diarahkan kepada tercapainya suatu tujuan
pendidikan. Dengan kata lain, dengan tercapainya suatu tujuan pendidikan maka
secara otomatis suatu sekolah dapat dikatakan sebagai pendidikan yang bermutu,
karena sekolah tersebut menempatkan peningkatan kualitas peserta didik.
4.
Hakikat Perencanaan Media
Dilihat dari pengadaannya media dapat langsung digunakan, begitu
juga media yang sifatnya alamiah yang tersedia dilingkungan sekolah juga
termasuk yang dapat langsung digunakan. Selain itu juga, kita juga dapat
membuat media sendiri sesuai dengan kebutuhan. Maka dari itu diperlukan adanya
perencanaan, jika kita memiliki media dengan cara membeli yang sudah ada,
kegiatan perencanaan media tidak terlalu banyak dilakukan, cukup kita membuat
berdasarkan kebutuhan, dalam hal ini diperlukan analisis terhadap berbagai
aspek, sehingga sesuai dengan kebutuhan.
Bila kita membuat program media pembelajaran kita diharapkan dapat
melakukannya dengan persiapan dan perencanaan yang teliti. Dalam membuat
perencanaan itu ada beberapa pertanyaan yang perlu kita jawab. Pertama kita
perlu bertanya mengapa kita ingin membuat program media itu? Apakah pembuatan
media tersebut ada kaitannya dengan kegiatan pembelajaran tertentu untuk
mencapai tujuan tertentu pula? Untuk siapakah program media tersebut kita buat?
Untuk orang dewasakah, anan-anak, mahasiswa, siswa Sekolah Dasar ataukah
masyarakat pada umumnya? Apabila kita sudah mengetahui sasaran kita, maka kita
harus mengetahui bagaimana karakteristik siswa tersebut? Apakah media yang kita
gunakan memang diperlukan oleh mereka atau tidak? Kita juga memikirkan materi
apa yang perlu disajikan melalui media itu supaya pada diri siswa terjadi
perubahan perilaku yang nyata dan sesuai yang diharapkan.
5.
Langkah Perencanaan Media Menuju Pengelolaan Sekolah Yang Bermutu
Dalam
membuat suatu perencanaan media menuju pengelolaan sekolah yang bermutu harus
melakukan langkah langkah secara sistematis. Langkah langkah yang dimaksud
adalah:
a.
Identifikasi Kebutuhan dan Karakteristik Siswa
Sebuah perencanaan
didasarkan atas kebutuhan (need), apakah kebutuhan itu? Salah satu indikator
adanya kebutuhan karena didalamnya terdapat kesenjangan (gap). Kesenjangan
adalah adanya ketidaksesuaian antara apa yang seharusnya atau apa yang
diharapkan dengan apa yang terjadi. Dalam pembelajaran yang dimaksud dengan
kebutuhan adalah adanya kesenjangan antara kemampuan, keterampilan, dan sikap
siswa yang kita inginkan dengan kemampuan, keterampilan,dan sikap siswa yang
mereka miliki sekarang. Jika yang kita inginkan siswa menguasai 1500 kosa kata
bahasa inggris, sedangkan siswa hanya menguasai 800 kata, maka terjadi kesenjangan
700 kata lagi. Dalam hal ini dibutuhkan sebuah pembelajaran bagaimana
meningkatkan kemampuan penguasaan kosa kata sehingga sampai pada taget 1500
kata.
Contoh lain misalnya
pada siswa SD, mereka diharapkan memiliki keterampilan dalam membaca, menlis,
dan berhitung. Ternyata dalam kenyataannya mereka baru dapat membaca saja,
sehinnga kebutuhannya adalah bagaimana supaya mereka bisa menulis an berhitung.
Begitu halnya jika siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk menjumlahkan,
mengalikan dan membagi, namun ternyata mereka baru saja bisa menjumlahkan saja.
Dengan demikian kebutuhannya adalah meningkatkan kemampuan mengalikan dan
membagikan. Tidak hanya kemampuan dan keterampilan, pada aspek sikap juga
sering terjadi kesenjangan yang mendorong kebutuhan. Misalnya siswa SD
diharapkan sudah mampu berperilaku hidup sehat dengan rajin menggosok gigi,
membuang sampah pada tempatnya, mandi dua kali sehari, selalu berpakaian rapi
dan tida jajan sembarangan. Namun dalam kenyataannya tidak sesuai dengan harapan,
dengan demikian terjadi kebutuhan bagaimana meningkatkan sikap siswa untuk
hidup bersih.
Adanya kebutuhan,
seyogyanya menjadi dasar dan pijakan dalam membuat media pembelajaran, sebab
dengan dorongan kebutuhan inilah media dapat berfungsi dengan baik. Misalnya
dalam pembelajaran bahasa inggris pada umumnya siswa merasa kesulitan untuk
membuat kalimat bahasa inggris ditambah perasaan malu dan takut untuk
berbicara. Guru yang kreatif dapat menciptakan sebuah media.
Kesesuaian media
dengan siswa menjadi dasar pertimbangan utama, sebab hampir tidak ada satu
media yang dapat memenuhi semua tingkatan usia, dalam hal ini Barbara B. Seeles
(1994:98) mengatakan bahwa diperlukan informasi tentang gaya belajar siswa
atau learning style. Beberapa learning style yang
dapat diidentifikasi dari siswa adalah (1) Tactile/Kines thetic. Para
siswa memperoleh hasil belajar optimal apabila disibukkan denga suatu
aktivitas. Mereka tidak ingin hanya membaca tetapi ikut terlibat langsung
melakukan sendiri. (2) Visual/perceptual. Para siswa memperoleh
hasil belajar yang optimal dengan penglihatan. Demonstrasi ini dari papan
tulis, diagram, grafik, dan tabel, adalah semua alat yang berharga untuk mereka
pelajar tipe visual selalu ingin melihat gambar, diagram, flow chart, time line,
film, dan demonstrasi. (3)Auditory. Pelajar menyukai informasi
dengan format bahasa lisan. Hasil belajar diperoleh melalui mendengarkan
ceramah kuliah dan mengambil bagian pada diskusi kelompok. (4) Aktif
Versus Reflektif Aktif:pelajar cenderung untuk mempertahankan dan memahami
informasi yang terbaik apa dengan melakukan sesuatu secara aktif dengan
mendiskusikan pada orang lain. (5) Reflektif: pelajar suka
memikirkan sesuatu dengan tenang “Mari kita fikirkan terlebih dulu” adalah
tanggapan pelajar yang reflektif. (6) Seqwential Versus Global
Seqwential: Pelajar menyukaiuntuk berproses step-by-step,
terhadap suatu cara dan hasil akhir yang sempurna. (7) Global:
Pelajar menyukai suatu ikhtisar atau “gambaran besar” dari apa yang mereka akan
lakukan sebelum menuju pembelajaran dengan proses yang kompleks.
Kebutuhan aan media
dapat didasarkan atas tuntutan kurikulum. Siswa kelas enam SD pada akhir tahun
diharapkan memiliki sejumlah kemampuan, keterampilan dan sikap yang telah
dirumuskan dalam kurikulum. Pada awal tahun ajaran tentulah guru menghadapi
kesenjangan untuk mencapai target kuriulum sehingga pada akhir tahun kemampuan
itu sudah dapat dimiliki siswa.
Media yang digunakan
siswa, haruslah relevan dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Misalnya seorang
siswa yang ingin belajar ucapan dan percakapan dalam bahasa inggris melalui
kaset audio, hanya akan dapat mengikutinya jika siswa tersebut telah memiliki
emampuan awal berupa penguasaan kosa kata dan dapat menyusun kalimat sederhana.
Jika ita tidak memperhatikan kemampuan tersebut ketika diberikan medi tersebut
siswa akan mengalami kesulitan. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa program
yang terlalu mudah akan membosankan bagi siswa dan sedikit sekali manfaatnya
bagi siswa karena siswa tidak memperoleh tambahan kemampuan yang sebenarnya.
Sebaliknya program media yang terlalu sulit akan membuat siswa frustasi.
Kemampuan dan keterampilan yang seharusnya dimiliki oleh siswa tidak dapat
terpenuhi dan terserap dengan baik, sehingga tidak terjadi perubahan perilaku
pada siswa.
b.
Perumusan Tujuan
Tujuan merupakan
sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan arena dengan tujuan akan
mempengaruhi arah dan tindakan kita. Dalam pembelajaran tujuan juga merupakan
faktor yang sangat penting, karena tujuan itu akan menjadi arah kepada siswa
untuk melakukan perilaku yang diharapkan denaga tujuan tersebut. Contohnya:
Dengan menggunakan gambar, siswa SD diharapkan memiliki pengetahuan untuk
memebedakan hewan karnivora, herbivora, dan omnivora. Dengan tujuan tersebut
baik guru maupun siswa memiliki kejelasan apa yang harus dicapai, apa yang
harus dilakukanuntuk mewujudkan tujuan tersebut, materi apa yang harus
disiapkan guru,dan bagaimana cara menyampaikannya, sudah tergambar dengan
jelas. Dengan tujuan yang jelas seperti itu, maka dengan mudah guru dapat
mengetahui sejauhmana siswa mampu mencapai tujuan itu.
Oleh karena itu,
tujuan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Learner Oriented.
Dalam merumuskan tujuan, harus selalu
berpatokan pada perilaku siswa. Sehingga dalam perumusannya kata-kata siswa
secara eksplisit dituliskan. Selain itu, perilaku yang diharapkan dicapai harus
mungkin dapat dilakukan siswa dan bukan perilaku yang tidak mungkin
dilakukan siswa. Tujuan itu berorientasi pada hasil, sehingga secara kuantitas
dapat diukur. Contohnya siswa SD kelas III dapat menyebutkan tiga jenis
binatang yang tergolong herbivora dengan benar.
2.
Operational.
Perumusan tujuan harus dibuat secra spesifik
dan operasional sehingga mudah untuk mengukur tingkat keberhasilannya. Tujuan
spesifik ini terkait dengan penggunaan kata kerja. Kata kerja yang umum akan
menghasilkan perilaku atau tindakan siswa yang juga bersifat umum, namun
sebaliknay kata yang khusus maka akan menghasilakan perilaku siswa yang khusus
pula. Contohnya: siswa diharapkan mampu memahami proses alamiah terjadinya
hujan. Ata kerja yang digunakan adalah meahami, kata ini bersifat umum masih
diperlukan kata-kata kerja lain yang dijadikan indikator untuk menentukan bahwa
siswa memahami, misalnya kata menjelaskan, menyebutkan,merinci dan lain-lain
adalah kata kerja yang lebih spesifik da operasional.
3.
ABCD.
Untuk memudahkan merumuskan tujuan
pembelajaran, Baker(1971) membuat teknik perumusan tujuan pembelajaran dengan
rumus ABCD dengan penjelasan sebagai berikut:
1)
Audience, artinya sasaran
sebagai pembelajar yang perlu dijelaskan secara spesifik agar jelas untuk siapa
tujuan tersebut diberikan. Sasaran yang dimaksud misalnya siswa SD kelas IV,
siswa SMP kelas 2, siswa SMA kelas 3.
2)
Behaviour, adalah perilaku
spesifik yang diharapkan dilakukan atau dimunculkan siswa setelah pembelajaran
berlangsung. Behaviour dirumuskan dalam bentuk kata kerja, contohnya:
menjelaskan, menyebutkan, merinci, mengidentifikasi,memberikan contoh dan
sebagainya.
3)
Conditioning, yaitu keadaan yang
harus dipenuhi atau dikerjakan siswa pada saat dilakukan pembelajaran,
misalnya: dengan cara mengamati, tanpa membaca kamus, dengan menggunkan
kalkulator, dan sebaginya.
4)
Degree , adalah batas minimal
tingkat keberhasilan terendah yang harus dipenuhi dalam mencapai perilau yang
diharapkan. Penentuan ini tergantung pada jenis materi, penting tidaknya
meteri. Contoh: 3 buah, minimal 80%, empat jenis, dan sebagainya.
c.
Perumusan materi
Titik tolak perumusan
materi pembelajaran adalah dari rumusan tujuan. Materi berkaitan dengan
substansi isi pelajaran yang harus diberikan. Materi perlu disusun dengan
memperhatikan kriteria-kriteria tertentu, diantaranya:
1)
Sahih atau valid, materi yang dituangkan dalam
media untuk pembelajaran benar-benar telah teruji kebenarannya. Hal ini juga
berkaitan dengan keaktualan materi sehingga materi yang disisipan tidak
ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk masa yang akan datang.
2)
Tingkat kepentingan (significant), dalam
memilih materi perlu dipertimbangkan pertanyaan sebagai berikut, sejauhmana
materi tersebut untuk dipelajari? Pentig untuk siapa? Dimana dan mengapa?
Dengan demikian materi yang diberikan kepada siswa benar-benar yang
dibutuhkannya.
3)
Kebermanfaatan (utility) kebermanfaatan yang
dimaksud haruslah dipandang dari dua sudutpandang yaitu kebermanfaatan secara
akademis dan non akademis, secara akademis materi harus bermanfaat untuk
meningkatkan kemampuan siswa, sedangkan non akademis materi harus menjadi bekal
berupa life skill baik berupa pengetahuan aplikatif, keterampilan dan sikap
yang dibutuhkannya dalam kehidupan keseharian.
4)
Learnability artinya sebuah program harus
dimungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak
terlalu mudah, sulit ataupun sukar) dan bahan ajar tersebut layak digunakan
sesuai dengan kebutuhan setmpat.
5)
Menarik minat (interest) materi yang dipilih
hendanknya menarik minat dan dapat memotivasi siswa untuk mempelajarinya lebih
lanjut. Setiap materi yang diberikan kepada siswa harus menimbulkan
keingintahuan siswa lebih lanjut, sehingga memunculkan dorongan lebih tinggi
untuk belajar secara aktif dan mandiri.
d.
Perumusan Alat
Pengukur Keberhasilan
Pembelajaran yang kita
lakukan haruslah diukur apakah tujuan sudah tercapai atau tidak? Untuk mengukur
hal tersebut, maka diperlukan alat pengukur hasil belajar yang berup tes,
penguasaan atau daftar cek perilaku. Alat pengukur keberhasilan belajar ini
perlu dikembangkan dengan berpijak pada tujuan yang telah dirumuskan dan harus
sesuai dengan materi yang sudah disiapkan. Yang perlu diukur adalah tiga
kemampuan utama yaitu: pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah
dirumuskan secara rinci dalam tujuan. Dengan demikian terdapat hubungan yang
erat antara tujuan, materi dan tes pengukur keberhasilan.[6]
C.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Media
adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim pada terima pesan yang
berfungsi membangkitkan motivasi belajar mengulang apa yang memberikan balikan
dengan segera dan menggalakkan latihan yang serasi. Melalui media proses
pembelajaran bisa lebih menarik dan menyenangkan (joyfull learning), misalnyan
siswa yang memiliki ketertarikan terhadap warna maka dapat diberikan media dengan
warna menarik.
Secara
umum naskah dalam perencanaan program media dapat diartikan sebagai pedoman
tertulis yang berisi informasi dalam bentuk visual, grafis, dan audio sebagai
acuan dalam pembuatan media tertentu, sesuai dengan tujuan dan kompetensi tertentu.
Fungsi
naskah adalah sebgai pedoman bagi pengguna dan terutama pembuat media. Tahapan
pembuatan naskah yaitu: ide dan gagasan yang disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran, selanjutnya pengumpulan data dan informasi, penulisan sinopsis
dan treatment, penulisan naskah, pengkajian naskah atau revisi naskah, revisi
naskah sampai naskah siap diproduksi.
2.
Daftar Pustaka
Arsyad,
Azhar, Media Pembelajaran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002).
Bafadal, Ibrahim,
Manajemen Perlengkapan Sekolah: Teori dan Aplikasinya, (Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2003).
Danim,
Sudarman, Visi Baru Manajemen Sekolah, (Jakarta: Unit Birokrasi
Ke Lembaga, 2004).
Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah; Buku 1. Koonsep
Dasar. (Jakarta: Depdiknas, 2003.)
Maunah,
Binti, Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009).
Nana Sudjana, dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, (Bandung:
Sinar, 2002).
[1] Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah; Buku
1. Koonsep Dasar. (Jakarta: Depdiknas, 2003.)
[2] Binti Maunah,
Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm.3
[3] Sudarman
Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah, (Jakarta: Unit Birokrasi Ke Lembaga,
2004), hlm. 124.
[4] Azhar Arsyad,
Media Pembelajaran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm 15.
[5] Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, (Bandung:
Sinar, 2002), hlm. 2.
[6] Ibrahim Bafadal, Manajemen Perlengkapan Sekolah:
Teori dan Aplikasinya, (Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2003), hlm. 26-27.
All you need to know about NetEnt casinos
BalasHapusNetEnt are famous 오늘 뭐 먹지 룰렛 for their live dealer 사다리 사이트 games, and their portfolio that includes their live casino platform. The provider is highly renowned in 토토 분석 사이트 Rating: 7.3/10 · 넷마블 바카라 환전 Review 바카라후기 by CasinoSites.One of the reasons NetEnt is synonymous with live